welcome to my space

welcome to my space

sekali lagi selamat datang di blog yang mungkin terkesan sangat biasa sekali..tapi untuk itu saya sangat senang hati jika ada yang mau memberikan masukan
arigatou ^_^

Jumat, 14 Januari 2011

Hi Bintang !!!

“ Hi, bintang” sapa ku malam ini, dan juga di malam-malam yang lain. “Apa kabarmu hari ini, ku harap kau akan selalu baik, seperti yang sering kau katakan padaku- dahulu” kataku sambil memandang langit malam yang cerah dan bertabur bintang. Sangat indah. Dan seperti di malam yang lain, aku selalu bercerita padanya. Tentang semua hari yang sudah dilewati. Hari ini, kemarin, dan mungkin juga hari esok. Sekali lagi, mungkin.
“Bintang, apakah kau ingat sewaktu kita masih bersekolah, tingkat pertama?” tanyaku sembari tetap duduk dan memandangi langit. “Ku rasa kau akan selalu ingat. Saat itu kau memilih kelas astronomi, dan aku juga memilih kelas yang sama. Saat itu aku tak begitu memusingkan kelas apa yang aku pilih. Yang terpenting adalah agar aku bisa belajar bersamamu” kataku memulai pembicaraan.
“Bintang, saat itu kau menasihatiku untuk memilih kelas yang tepat untukku. Awalnya ku pikir kau mengejek atau mungkin menyindirku karena tahun pertama di kelas astronomi aku mendapat nilai yang tidak begitu baik di antara yang lainnya. Aku pun bersikeras untuk tetap mengikuti kelas itu, meskipun menjadi yang paling lamban saat belajar. Ku rasa kau tahu aku sangat keras kepala. Itu pembawaanku, Bintang…” kataku sambil tertawa kecil padamu. “Aku pernah memintamu untuk sama-sama pindah kelas, tapi kau juga keras kepala”. “Kau tahu kan, May aku memilih kelas ini karena aku mencintai bidang ini. Kau perlu ingat May, aku tidak hanya sekedar menyenanginya, tapi aku mencintainya. Bintang-bintang, langit, dan segala hal yang berkaitan dengannya merupakan jiwaku. Lagi pula jam belajarnya yang malam hari memudahkanku untuk bekerja di siang harinya, itu akan sangat membantuku membayar uang sekolah. Bukankah itu bagus, May?” katamu padaku. “Dan aku hanya bisa mengiyakan kata-katamu. Memang benar Bintang, kau pandai untuk tidak menghabiskan waktumu, terutama untuk hal-hal yang tidak begitu penting untukmu. Itu baru salah satu hal dari sekian banyak hal yang selalu aku ingat darimu, Bintang”.
“Bintang, apakah kau juga masih ingat? Kau tampak bersemangat saat melangkahkan kaki untuk mengikuti kelas astronomi. Kau begitu senang mengamati langit, bintang, planet, dan semua yang berubungan dengan astronomi. Aku juga pernah bertanya padamu, mengapa kau begitu menyukai astronomi, dan jawabanmu hanya satu, karena semua yang ada di langit, utamanya saat malam hari bertabur bintang, adalah pemandangan sakaligus ciptaan Tuhan yang paling indah. Itu prespektifmu, Bintang. Tapi aku juga sepaham denganmu untuk hal ini. bintang-bintang itu memang indah, sangat indah bahkan- dan mereka cukup tangguh untuk tetap berada pada posisinya untuk malam-malam selanjutnya, bukankah begitu? Dan karena itu pula aku lebih senang memanggilmu dengan nama Bintang ketimbang memanggilmu dengan nama aslimu. Tapi, apakah benar bintang selalu berada pada posisinya? Hmm, ma’afkan aku jika yang barusan ku katakan salah. Kau harus memahami bahwa aku tak sepenuhnya mengerti perihal bintang atau apapun yang berhubungan dengannya- maksudku secara ilmiah.
Aku juga ingat, Bintang. Semangatmu untuk mempelajari semua itu sangat tinggi. Kau bahkan sangat sabar untuk mengahadapi semua pertanyaanku yang berhubungan dengan astronomi. Aku bahkan lebih senang bertanya padamu ketimbang bertanya pada guru yang memandangku tak pantas mengikuti kelasnya. Aku sangat tahu, Bintang. Ia selalu berharap untuk tidak melihat wajahku jika memberi pelajaran di kelas. Tapi seperti yang ku katakan tadi, Bintang. Aku cukup keras kepala untuk tidak mempedulikannya”.
“Bintang,ingatkah saat kau menangis di depanku? Itu kali pertama dan terakhirnya aku melihatmu menangis. Aku pun sempat terkejut melihat seorang Bintang yang begitu tegar, sabar dan selalu tersenyum akhirnya menumpahkan air mata habis-habisan. Mm, apakah kata terkhirku terlalu berlebihan, Bintang? Tapi menurutku saat itu kau memang menangis habis-habisan. Saat itu kau menangis karena tahun pertama sekolah akan berakhir dan semua akan melanjutkan ke tingkat kedua. Kau pun takut tak dapat melanjutkan sekolah karena upah kerjamu menjadi pelayan restoran masih sangat jauh dari kata cukup untuk membayar uang sekolah di tahun kedua. Kau pun teringat pada kedua orang tuamu –saat itu. Kau lalu memandang langit dan mengulang kalimat yang mungkin merupakan janjimu pada mereka, yah- pada orang tuamu yang telah pergi lebih dahulu, dan kau menangis lagi.”
“Bintang, aku pernah bertanya padamu, jika malam ini ada bintang jatuh, apa yang kau inginkan?”tanyaku. Kau lalu menjawab “ aku ingin menggapai apa yang aku cita-citakan. Ku rasa kau tahu. Tapi, May aku tak kan meminta itu pada bintang jatuh. Ia hanya pecahan meteor yang terlepas dari orbitnya, dia tak dapat mengabulkan apa yang aku inginkan.” Katamu dengan memberi sedikit penjelasan- sekali lagi- secara ilmiah. Ya, inilah yang aku suka darimu. Aku bisa mendapatkan pengetahuan meski dari pembicaraan-pembicaran ringan seperti itu. Kau memang pandai,Bintang.”
“Bintang, saat kau terpilih mengikuti pertukaran pelajar ke Amerika untuk menyelesaikan sekolahmu dan mendapat beasiswa, untuk kesekian kalinya aku melihatmu sangat bahagia. Seharian kau hanya tersenyum dan beterima kasih kepada Tuhan karena telah memudahkan jalanmu. Apa kau tahu,Bintang, saat itu aku cukup senang ketika mengantarmu pergi, tapi aku juga sedih, karena aku tahu akan sangat sulit untuk bertemu denganmu lagi. Ku pikir kau akan cepat melupakan sahabat sepertiku, yang akan sulit untuk kau cari gantinya.” kataku sembari tertawa kecil lagi. “saat pertama kau meneleponku,kau malah menertawaiku karena aku akhirnya menyerah pada kelas astronomi. Akhirnya aku pindah ke kelas jurnalistik. Ku rasa itu memang bidangku, dan aku mencintainya – sama sepertimu yang mencintai astronomi. Tapi lebih dari itu, Bintang, aku tak bisa bertahan menghadapi guru killer di kelas itu tanpamu.
“Bintang, kau tahu aku cukup berambisi untuk mengejar berita, terutama berita-berita yang masih hangat dibicarakan. Mungkin menurutmu itu tak begitu penting bagimu, tapi sangat penting bagiku. Mungkin karena beberapa alas an yang sangat tak ingin ku bahas saat ini. Tapi, salah satu alasannya mungkin untuk menunjang karierku. Ku rasa kau tahu saat ini aku sudah bekerja di sebuah Stasiun Televisi yang menyiarkan berita nasional maupun berita internasional. Aku juga memperoleh berbagai penghargaan atas semua prestasi dan kerja kerasku. Aku tak bermaksud sombong, Bintang. Dan ku rasa kau pun tak akan merasa bahwa aku seperti itu. Kau ingat, kan, tentang salah satu prinsip dalam persahabatan kita. Tak ada sedikit pun kesombongan dan rasa iri di antara kita. Dan kalau pun kita saling menceritakan sedikit keberuntungan dan keberhasilan yang telah kita raih, itu hanya sekedar untuk membagai kebahagiaan. Dan ku rasa itulah yang sedang aku lakukan padamu. Bukankah begitu, Bintang?”
“Tapi, aku merasa keinginanku untuk selalu memperoleh berita terhangat tak ada gunanya saat aku tahu kau gagal dalam sebuah misi penerbanganmu. Hmm, seharusnya aku memang tak menyesalinya. Kau serig mengingatkan-ku untuk tidak menyesali apa pun yang telah terjadi, karena semuanya tak kan seperti semuanya belum terjadi. Yah, kau memang benar. Dan kau juga mengingatkanku untuk selalu menatap kedepan. Mungki boleh sedikit menoleh ke belakang dan itu pun hanya memetik sedikit pelajaran yang bisa ku petik, itu pun jika ada. Tapi kehidupan akan terus berjalan, dan jika terlambat waktu pun akan meninggalkanmu. Aku tak bisa membayangkan jika hidup dengan kesadaran atau tidak, telah tertinggal oleh waktu. Rapuh untuk mengejar waktu yang terus berlari, dan tak mampu untuk kembali ke waktu yang telah berlalu.”
“Yah, bahkan saat semua orang dan mungkin dengan aku sendiri pun tertidur kala malam, mungkin kami tengah mengejar waktu. Dan kala semuanya bangun di pagi hari dan saat itu langit belum terlihat bersama sang mentari, semuanya pun tetap mengejar waktu. Menghindari ketertinggalan akan waktu itu sendiri. Waktu itu berlari sangat cepat, membawa begitu banyak perubahan dan hal-hal baru yang memaksa setiap manusia untuk mempelajarinya. Yang mampu bertahan dan menguasai semua perubahan itu, merekalah yang menang dan dapat melanjutkan hidup mereka- setidaknya di dunia ini. Sedangkan bagi mereka yang gagal dan tak mampu mengejar sang waktu itu, mereka pun akan terjatuh dan tak mampu lagi mengejarnya, mereka telah tertinggal. Seperti yang ku katakan tadi, mereka rapuh untuk mengejar waktu yang terus berlari, dan tak mampu untuk kembali ke waktu yang telah berlalu.Tapi aku sangat yakin, ada saatnya nanti sang waktu sendiri pun sangat lelah untuk terus berlari, dan akhirnya tak mampu lagi melaksanakan tugasnya sebagai sang waktu. Pada saat itu semuanya akan berakhir, dunia kan berhenti, dan tak ada gunanya lagi untuk menyesal. Ku rasa begitu.”
“Bintang, sesungguhnya aku sudah sangat lelah. Lelah karena bekerja seharian, lelah karena telah berbicara terlalu penjang sejauh ini, dan mungkin juga lelah karena masih mengejar sang waktu yang terus berlari.”
Hmm, aku menyunggingkan senyum-ku kepada Bintang dan mencoba mengucapkan salam perpisahan malam itu dengan baik dan tentunya tidak membuatnya tersinggung. “Bintang, sejauh ini hanya kau sahabat terbaik yang pernah ku miliki. Aku berharap kau telah bahagia bersama ribuan bintang di sana. Dan pada saatnya nanti, aku pula akan menemuimu, bersama-sama sebagai bintang yang paling terang, yang paling bahagia, yang tidak perlu lagi memikirkan tentang berbagai upaya mengejar sang waktu serta adaptasi terhadap berbagai perubahan yang terkadang membosankan, bahkan memuakkan.”
“Baiklah, selamat malam Bintang……..”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar